Selamat Datang di Perpustakaan Nyamuk, Perpustakaan Digital dengan 1001 Pengetahuan : www.perpustakaannyamuk.blogspot.com

Selamat Datang di Perpustakaan Nyamuk

www.perpustakaannyamuk.blogspot.com

TEMUKAN KESUKSESAN ANDA DI SINI

www.perpustakaannyamuk.blogspot.com

Cari Software, Coba Klik di Sini

www.perpustakaannyamuk.blogspot.com

GRATIS, kumpulan e-book hanya di Perpustakaan Nyamuk

www.perpustakaannyamuk.blogspot.com

Dapatkan Informasi Terbaru, hanya di Sini

www.perpustakaannyamuk.blogspot.com

Nilai Ujian Praktek TIK kelas 6 SDIT Widya Cendekia

NILAI UTS TIK

Nilai Ulangan Tengah Semester (UTS) Semester Genap
SDIT Widya Cendekia
Tp. 2012/2013




Passwordnya : ***an su****** 
ganti tanda bintang dengan nama guru tik

Mau Kemana Kita Setelah Lulus Sekolah ?


Potret Sekolah Dewasa ini

Kecurangan tersistem selama Ujian Nasional yang difasilitasi guru, dan pembelajaran yang diabdikan untuk ujian2, serta formalisme kronis telah membuat sekolah menjadi ladang pembantaian karakter murid, dan pengasingan murid dari lingkungan masyarakatnya. Alih-alih menjadi solusi, sekolah saat ini telah menjadi bagian dari masalah. Kehadiran ICT telah dan sedang serta akan mengubah permainan, termasuk pendidikan. Posisi sekolah akan berubah untuk selama-lamanya. Siapapun harus menyesuaikan diri, terutama guru. Jika tidak, baik sekolah maupun guru akan menjadi dinosaurus, kehilangan relevansi. Pendidikan jelas bukan persekolahan, dan belajar bukan sekedar untuk lulus ujian.  Kita membutuhkan pemahaman baru tentang pendidikan, dan belajar agar warga muda kita mampu menyongsong masa depan secara kreatif. Pemahaman baru ini menuntut perubahan mendasar dalam kebijakan dan praksis pendidikan di masa depan.

Berbagai persoalan pendidikan, sejak gedung sekolah ambruk, keterlambatan pencairan BOS, RSBI yang diskriminatif, kecurangan Ujian Nasional, sampai sertifikasi guru model PLPG yang amburadul cukup banyak menyita perhatian banyak kalangan. Lalu solusi yang dilakukan Pemerintah adalah dengan menambah anggaran pendidikan. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah peningkatan anggaran persekolahan.  Banyak orang tidak berpikir bahwa berbagai persoalan itu muncul justru karena adanya sekolah. Kepercayaan masyarakat pada sekolah menurun sehingga sekarang muncul gerakan homeschooling. Potret pendidikan Indonesia saat ini hampir sama dengan pendidikan di Amerika Latin yang digambarkan oleh Ivan Illich pada tahun 1970-an melalui bukunya ‘Deschooling Society”.

Pendidikan saat ini diartikan sebagai persekolahan dengan semua formalismenya yang sering dibangga-banggakan. Wajib belajar diartikan sebagai wajib sekolah. Sekolah berusaha keras memberi pesan dan kesan sebagai satu-satunya tempat belajar. Anak usia sekolah dilarang bekerja karena bekerja dianggap tidak belajar. Banyak dari kita saat ini sekolah sejak TK sampai perguruan tinggi, lalu setelah lulus baru mencari pekerjaan. Sekolah telah menjadi industri sendiri dengan aturan-aturannya yang kaku. Formalisme ini justru mengurangi daya serapnya terhadap kebutuhan murid yang beragam. Murid harus menyesuaikan kurikulum yang seragam,  bukan kurikulum yang menyesuaikan dengan kebutuhan murid. Pendekatan industri ini mengundang bahaya laten yang tidak disadari, karena seperti juga industri lainnya, sekolah sebagai industri memiliki siklus : bayi, tumbuh remaja, dewasa, matang, dan mati.

Syarat ijazah diberlakukan untuk banyak jabatan-jabatan publik, terutama pegawai negeri.  Inilah barangkali alasan terpenting mengapa sekolah masih ada dan dikunjungi murid : untuk mengisi lowongan PNS. Dalam perspektif sejarah, memang sekolah-sekolah kita tidak banyak berubah sejak masa kolonial : menyediakan pegawai bagi pemerintah penjajahan. Tidak ada alasan lain yg lebih penting. Lihat bagaimana rekrutmen PNS menjadi ajang sogokan.  Bahkan di daerah ada layanan Bimbel agar lolos tes PNS  !



Beberapa tahun terakhir ini kita menyaksikan sekolah menjadi bagian dari masalah, bukan bagian dari solusi. Tidak sedikit guru mengajarkan kebohongan justru di sekolah. Sing jujur malah ajur. Guru lebih mengharapkan jawaban yang benar dari murid-muridnya, bukan jawaban yang jujur. Menyontek dianggap biasa. Banyak kekerasan justru terjadi di sekolah secara fisik maupun non-fisik. Guru lebih mudah marah bila murid datang tidak berseragam daripada jika ia tidak membawa buku.

Sekolah hanya tempat guru mengajar, bukan tempat murid belajar. Sekolah menjadi penjara, ruang yang sempit bagi ekspresi multi-ranah dan multi-cerdas. Boleh dikatakan tidak banyak kompetensi  yang bisa dipelajari di sekolah. Kreatifitas dimatikan, penjelajahan gagasan-gagsan baru tidak terjadi. Semakin lama bersekolah justru semakin tidak mandiri, semakin mudah menganggur. Jumlah pengangguran sarjana meningkat tajam.

Sekolah menjadi bagian penting mengapa klas menengah kita konsumtif, bukan produktif. Di sekolah, mentalitas pegawai justru ditumbuhsuburkan oleh guru. Banyak guru gagal menjadi teladan manusia yg berpikir bebas, dan mandiri. Desain pendidikan kolonial masih menjadi grand design pendidikan kita. Bahkan IKIP beberapa tahun silam malu melahirkan guru, lalu “pura-pura” berubah jadi universitas.

Sekolah juga berhasil  mengasingkan murid dari lingkungannya. Anak petani yang pintar diberi beasiswa masuk ke fakultas pertanian. Setelah lulus dia tidak mau jadi petani. Ini juga terjadi di masyarakat nelayan. Petani dan nelayan kita makin menua, dan daerah semakin ditinggal pemuda-pemudanya yang berbakat untuk bekerja di kota2 besar, menjadi pegawai di perusahaan-perusahaan besar atau pegawai negeri.

Dalam perspektif evolusi kelembagaan, sekolah hanyalah kreasi kelembagaan masyarakat yg usianya belum 150 tahun. Kita baru mengenal sekolah di akhir abad 19 atau awal abad 20, terutama akibat Politik Etis Belanda. Sekolah-sekolah Belanda dirancang untuk merekrut pegawai (negeri) untuk kepentingan penjajahan. Sebelumya yang kita kenal adalah pesantren sebagai sebuah sistem pendidikan yang non-formal, bahkan informal. Mentor-mentor Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir, dsb.  seperti HOS Tjokroaminoto, Hasyim Asyhari, Ahmad Dahlan, dan Agus Salim, kebanyakan adalah otodidak yang senang membaca, menulis, dan bicara di samping aktivis pergerakan. Dulu orang pagi bekerja atau magang, sore atau malam mondok. Dunia kerja dan belajar tidak dipisahkan secara tegas. Belajar diniyatkan untuk meningkatkan kualitas pekerjaan yang sedang digeluti, tidak untuk memperoleh ijazah untuk melamar pekerjaan.

Redefinisi Pendidikan

Tentu tampak agak menggelikan untuk memecahkan banyak masalah pendidikan kita justru dimulai dengan mendefinisikan kembali apa yang dimaksud dengan pendidikan. Ini pertama untuk menyelamatkan pendidikan dari reduksi persekolahan. Kita akan lihat bahwa untuk mendidik kita tidak perlu mensyaratkan sekolah. Semua tempat bisa menjadi tempat belajar, semua orang menjadi guru sekaligus murid. Ki Hadjar Dewantoro mendefinisikan pendidikan sebagai ngerti, ngroso, nglakoni (memahami, merasakan, melakukan).

Jelas praktek pendidikan saat ini telah direduksi menjadi sekedar ngerti. Peminggiran pendidikan seni dan olahraga, misalnya, jelas meminggirkan ngroso. Persekolahan kita juga tidak menghargai nglakoni (praktek dan pengalaman). Pendidikan kita direduksi menjadi semakin informasional, miskin praktek pengalaman (experiential). Banyak pihak menyangka dengan menambah jam pendidikan Pancasila, murid-murid akan semakin Pancasilais. Bahkan pendidikan semakin jauh dan kering dari berkarya dalam perspektif makership (membuat sesuatu dengan tangan), sehingga pendidikan vokasi dianggap lebih rendah daripada pendidikan akademik.

Konsep pokok dalam pendidikan adalah belajar. Kita sering mendengar mantra learning to know, to be, to do, and to live together in peace and harmony. Praktek pendidikan kita saat ini jelas amat jauh dari mantra universal ini. Belajar dapat dipahami sebagai proses memaknai pengalaman, sedang pengalaman adalah dongeng tentang aku dan sekelilingku. Untuk menkonstruksikan pengalaman, kita membutuhkan 3 konsep pokok : aku, waktu, dan ruang. Tanpa “aku”, seseorang tidak bisa membangun pengalaman, ngerti dan ngroso. Kepekaan waktu dan ruang diasah dengan nglakoni. Dan tanpa pengalaman, seseorang tidak bisa belajar. Proses memaknai pengalaman ini dilakukan dengan mengikuti sebuah siklus belajar :  alami-baca-tulis-bicara.

Konstruksi pengalaman akan lengkap dengan memperkenalkan konsep keempat, yaitu “Tuhan”. Tuhan adalah esensi, sedangkan alam adalah simbol atau tanda-tanda Tuhan.   Membaca, menulis, dan bicara adalah tahapan pembelajaran simbolik yang penting. Namun harus segera dicatat bahwa akhirnya tujuan belajar adalah untuk memperbaiki praktek yang member pengalaman multi-ranah multi-cerdas. Tradisi dibangun dan dimutakhirkan melalui siklus belajar ini.

Membaca merupakan penciri kita sebagai makhluq simbolik yang hidup tidak hanya di dunia fisik, tapi juga di dunia simbol. Kapasitas simbolik inilah yang memungkinkan kita melakukan abstraksi dan imajinasi yang dibutuhkan dalam proses kreatif, yaitu menulis atau menggambar. Menulis dengan demikian merupakan pekerjaan kreatif pertama dan utama yang penting bagi pembelajar. Sedangkan bicara adalah tahapan belajar terakhir, yaitu mengkomunikasikan pengalaman. Segera perlu dicatat bahwa siklus belajar ini digerakkan oleh sebuah siklus lain, yaitu siklus kebenaran bukti-cari-tegak-sebar. Artinya, praktek adalah membuktikan kebenaran, membaca adalah mencari kebenaran, menulis adalah menegakkan kebenaran, sedangkan bicara adalah menyebarkan kebenaran.  Kedua siklus ini memperkuat siklus lainnya, yaitu siklus karakter amanah-jujur-cerdas-peduli.

Mendidik dengan demikian dapat diartikan sebagai menumbuhkan kesetiaan pada kebenaran dan keberanian berkarya sebagai bukti dari iman. Sedangkan belajar dapat diartikan sebagai tumbuh amanah, jujur, cerdas dan peduli.
Oleh : Prof. Daniel Mohammad Rosyid, Ph.D

KITA TIDAK BUTUH SEKOLAH, APALAGI KURIKULUM


Kemendikbud telah menyiapkan Kurikulum 2013 yang diklaim sebagai penyempurnaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diluncurkan pada tahun 2006 lalu. Benarkah demikian  ? Hemat saya KTSP secara konsep jauh lebih baik, tapi dibiarkan gagal oleh Kemendikbud sendiri dengan tidak menyiapkan guru yang cakap dalam jumlah yang memadai.

Kurikulum 2013 dinyatakan sebagai respons terhadap perkembangan mutakhir sekaligus hasil sigi internasional seperti PISA, TIMSS dan PIRLS yang menempatkan warga muda Indonesia di papan bawah komunitas global di bidang matematika, sains, dan ketrampilan membaca.

Hemat saya, wacana Kurikulum 2013 berpotensi  menyembunyikan dua akar masalah pokok pendidikan Indonesia saat ini, yaitu tata kelola pendidikan yang buruk (poor education governance) dan guru yang tidak kompeten. Otak-atik kurikulum jauh lebih gampang dan enak daripada memperbaiki tata kelola pendidikan dan menyiapkan guru yang kompeten.

Kurikulum terbaik sekalipun pasti akan gagal di tangan guru yang tidak kompeten. Sebaliknya, di tangan guru yang kompeten, kurikulum yang sederhana akan menghasilkan proses belajar yang bermutu. Otak-atik kurikulum adalah cara gampangan yang tidak mendasar dalam perbaikan pendidikan Indonesia, dan sekaligus membiarkan ketidakcakapan dan ketidakberdayaan komunitas guru sebagai pintu masuk bagi intervensi politik dan pragmatisme proyek hingga ketingkat sekolah seperti pengadaan buku-buku wajib yang tidak bermutu tapi menghabiskan ratusan Milyar atau bahkan Triliunan Rupiah.

Banyak studi di dunia menunjukkan bahwa Tata Kelola Pendidikan yang buruk adalah sumber korupsi. Saat ini pengelolaan pendidikan Indonesia sangat centralised and executive-heavy sehingga terlalu berorientasi pasokan. Akibatnya pendidikan semakin tidak relevan dan kebutuhan murid yang beragam cenderung tidak diperhatikan. Amanat UU 20 tentang Sisdiknas pasal 38 terlanggar oleh praksis pendidikan saat ini apalagi oleh Kurikulum 2013.

Salah satu agenda penting dalam perbaikan Tata Kelola Pendidikan adalah desentralisasi dan diversifikasi pendidikan. Desentralisasi pendidikan yang penting tidak saja dengan penguatan prakarsa Kabupaten dan Kota dalam pengelolaan pendidikan daerah, tapi juga penguatan organisasi profesi guru dan penguatan Dewan Pendidikan Daerah serta asosiasi wali murid (Parents Association) sebagai wakil konsumen pendidikan. Sertifikasi guru seharusnya dilakukan secara independen oleh organisasi profesi guru, bukan oleh Kemendikbud atau LPTK.

Agenda setting pengelolaan pendidikan, termasuk evaluasi dan kurikulum baru, seharusnya dilakukan oleh Dewan Pendidikan Daerah setelah berkonsultasi dengan Asosiasi Wali Murid di daerah, bukan ditentukan oleh penerbit buku atau kontraktor proyek Kemendikbud dan Dinas Pendidikan Daerah. Dalam era otonomi dan demokrasi ini, Kemendikbud seharusnya tidak “segemuk” sekarang.

Di dasar analisis saya, wacana kurikulum sebagai taruhan bonus atau tagihan demografi dipijakkan pada paradigma sekolah : Memperbaiki kurikulum adalah memperbaiki sekolah, dan memperbaiki sekolah adalah memperbaiki pendidikan. Padahal belajar sebagai inti dari pendidikan sebenarnya tidak membutuhkan sekolah. Artinya, pendidikan universal yang bermakna tidak mungkin tercapai dengan mengandalkan sistem persekolahan, apalagi sekedar otak-atik kurikulum belaka. Fakta empiris Indonesia maupun global tidak membuktikan secara meyakinkan bahwa semakin banyak sekolah menjadikan masyarakat semakin terdidik.

PENDIDIKAN DI ERA INTERNET

Di era internet ini ternyata iman kebanyakan kita pada sekolah tidak tergoyahkan sama sekali. Oleh Mendikbud otak-atik kurikulum sebagai bagian penting sebuah sekolah seakan-akan menjadi taruhan besar  bangsa ini. Padahal taruhan besar itu tidak di persekolahan, apalagi di kurikulum, tapi di pendidikan. Inti pendidikan adalah belajar. Tidak bersekolah tidak perlu membuat kita khawatir. Yang merisaukan adalah jika anak-anak tidak belajar.

Dengan internet belajar semakin tidak membutuhkan sekolah, apalagi kurikulum. Membentuk karakter pun hanya bisa dilakukan secara efektif dengan praktek di luar sekolah. Selama beberapa dekade terakhir ini terlihat bahwa semakin banyak sekolah tidak menyebabkan masyarakat kita makin terdidik. Hasil sigi internasional terbaru oleh PISA maupun TIMSS serta PIRLS juga menunjukkan murid Indonesia tertinggal pada kemampuan berpikir tingkat tinggi, dan kemampuan membacanya juga tertinggal dibanding teman-teman sebayanya. Artinya, sekolah Indonesia tidak membekali murid dengan kompetensi yang penting untuk hidup di abad 21.

KURIKULUM

Kurikulum adalah serangkaian hasil belajar yang diharapkan, dan seluruh proses yang menghasilkan pengalaman belajar, serta mekanisme evaluasi hasil belajar murid di bawah panduan guru di sekolah. Jadi kurikulum adalah atribut penting sistem persekolahan. Segera perlu dicatat bahwa mekanisme evaluasi merupakan komponen kurikulum yang penting. Salah satu penyebab kegagalan KTSP adalah Ujian Nasional yang ikut menentukan kelulusan sehingga menggiring proses belajar yang tidak pernah menghasilkan hasil belajar yang diharapkan. Kurikulum 2013 akan digagalkan oleh UN yang sama, kecuali jika dilakukan reposisi UN.

Siapa yang membutuhkan kurikulum  ? Sekolah, Yayasan pengelola sekolah,  guru yang bekerja di sekolah, Dinas Pendidikan, Kemendikbud,  para ahli kurikulum, dan penerbit yang mau mencetak buku wajib yang akan dipakai di sekolah. Asumsi dasar pada setiap penyusunan kurikulum adalah bahwa anak akan mencapai prestasi belajar maksimal jika  melalui serangkaian instruksi dan lingkungan buatan, serta mekanisme evaluasi yang terstruktur dan terencana.  Saya berkeyakinan asumsi ini agak meremehkan kecanggihan manusia beserta semua perangkat belajarnya yang telah diciptakan oleh Tuhan sebagai ciptaan terbaik. Manusia bisa belajar dalam situasi apapun, bahkan dalam situasi yang paling getir sekalipun. Bahkan manusia belajar jauh lebih banyak dari pengalamannya di luar sekolah.

Murid sekolah sebenarnya tidak membutuhkan kurikulum resmi yang kaku. Bahlan anak yang cerdas sebenarnya tidak membutuhkan sekolah. Kebanyakan anak-anak kita sebenarnya cerdas. Di banyak sekolah kecerdasan mereka sering diremehkan oleh proses belajar yang tidak menantang yang disajikan oleh guru yang tidak kompeten. Kecerdasan merekapun sering diukur oleh instrumen yang tidak cocok, seperti tes pilihan ganda. Puncak penghinaan atas kecerdasan ini adalah Ujian Nasional yang dibantu oleh mesin pemindai ikut-ikutan menentukan kelulusan mereka. Akibat proses yang salah ini, kecerdasan anak-anak ini justru menurun dan mereka justru kehilangan jati diri dan percaya diri.

Di Sulawesi Selatan, anak nelayan yang cerdas tidak pergi ke sekolah, tapi membantu ayahnya melaut mencari ikan. Anak yang tidak terlalu cerdas justru disuruh ke sekolah. Para nelayan Bugis itu secara intuitif tahu bahwa bagi anak yang cerdas, tidak banyak yang bisa dipelajari di sekolah. Gejala seperti ini terjadi juga di Madura. Statistik yang menyatakan bahwa lama bersekolah menunjukkan tingkat keterdidikan seseorang atau suatu daerah tidak sepenuhnya benar. Asumsi statistik itu adalah semakin lama bersekolah makin baik dan makin terdidik. Asumsi ini harus dipertanyakan.

Sesungguhnya hanya anak yang malas dan berkebutuhan khusus yang memerlukan kurikulum yang “well-designed” oleh para teknokrat ahli. Anak-anak normal tidak membutuhkannya. Dengan bermain di ruang terbuka dan di alam anak-anak belajar jauh lebih banyak daripada di kelas yang sempit di sebuah tempat yang kita sebut sekolah. Neurosains menemukan bahwa ruang kelas adalah tempat paling buruk bagi proses belajar. Bekal terpenting bagi anak-anak normal ini adalah akhlaq yang baik, kegemaran membaca, ketrampilan menulis, berhitung, berbicara dan kesempatan praktek yang memadai bagi ketrampilan-ketrampilan untuk hidup secara produktif.

SCHOOLISM

Kita sudah kecanduan sekolah sehingga tidak mampu membayangkan dunia tanpa sekolah. Padahal masyarakat tanpa sekolah itu ada dan pernah ada dengan kualitas kehidupan yang jauh lebih baik daripada sebuah schooled society yang dengan congkak kita sebut modern ini. Masyarakat adat yang jauh dari sekolah yang ada di daerah pedalaman lebih tahu caranya hidup bersahabat dengan alam daripada masyarakat Jakarta yang tidak tahu caranya membuang sampah. Tapi orang kota memandang remeh masyarakat adat sebagai kampungan dan terbelakang.

Dalam perspektif sejarah, sekolah semula dibuat untuk menyiapkan buruh yang akan mengisi pabrik-pabrik yang tumbuh akibat revolusi industri di Inggris sekitar abad 17 setelah James Watt menemukan mesin uap. Sebelum itu masyarakat tidak mengenal sekolah. Tradisi universitas muncul jauh mendahului tradisi sekolah. Oxford, Cambridge umurnya sudah 700 tahun. Baitul Hikmah di Baghdad ada beberapa ratus tahun sebelum Oxford. Sebelum pergi ke universitas masyarakat pra-revolusi industri praktis belajar secara otodidak atau melalui proses belajar non-formal atau  bahkan informal. Yang dikenal hanya ijazah sarjana, magister atau doktor. Itupun diberikan jika mahasiswanya meminta. Jadi, sekolah adalah fenomena yang umurnya kurang dari 200 tahun. Dalam 200 tahun itulah proses perusakan ekosistem global terjadi secara masif yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah evolusi manusia.

JEJARING BELAJAR

Untuk memastikan pendidikan universal bagi kebanyakan anak-anak Indonesia, yang diperlukan bukan pembesaran sistem persekolahan. Yang diperlukan adalah pengembangan sebuah jejaring belajar (learning webs) yang lentur, luwes, lebih non-formal, bahkan informal. Sekolah hanya salah satu simpul dalam jejaring belajar tsb. Bengkel, toko, klinik, studio, lembaga penyiaran, penerbit, perpustakaan kecamatan, restoran, koperasi, gereja, kuil, dan masjid dapat menjadi simpul-simpul belajar. Simpul belajar yang pertama dan utama adalah keluarga di rumah. Bukti kompetensi bisa ditunjukkan dengan sertifikat kompetensi profesi yang diterbitkan oleh asosiasi profesi, bukan dengan ijazah. Namun syarat-syarat formalistik inipun sebaiknya diberlakukan secara sukarela. Sertifikat kompetensi bisa menjadi indikator kompetensi yang lebih baik daripada ijazah.

Kegagalan sistem persekolahan ditunjukkan secara gamblang di abad 21 di depan mata kita oleh krisis hutang (pribadi, korporasi dan negara) di Amerika Serikat dan Eropa yang dengan kekaguman kita sebut modern itu. AS adalah negara dengan hutang terbesar di dunia. Keberlimpahan “negara kesatu” itu ternyata dicapai melalui hutang untuk membiayai gaya hidup yang sangat konsumtif, boros energi dan merusak lingkungan. Padahal baik AS maupun Eropa adalah masyarakat yang “paling bersekolah” dengan “kurikulum yang paling canggih”.

Formalisme kronis persekolahan harus dikurangi seminimal mungkin. Oleh Illich ini disebut deschooling. Saat ini di Indonesia schoolism sudah pada tingkat yang berbahaya. TK saja mengeluarkan ijazah. Ijazah seolah menjadi bukti kompetensi seseorang. Kasus ijazah palsu yang marak terjadi adalah bukti bahwa memang masyarakat lebih membutuhkan ijazah daripada kompetensi. Hanya yang butuh ijazah yang butuh sekolah. Kita yang tidak butuh ijazah tidak butuh sekolah, apalagi kurikulum. Tanpa kurikulum resmi sekolah akan baik-baik saja. Tanpa sekolahpun kita sebenarnya baik-baik saja. Kita boleh mulai khawatir kalau kita tidak belajar.

PENUTUP

Hiruk pikuk Kurikulum 2013 berpotensi menyembunyikan masalah pokok pendidikan Indonesia : tata kelola yang buruk dan guru yang tidak cakap. Jikapun kita masih percaya dan membutuhkan sekolah, kita tidak membutuhkan kurikulum baru. KTSP dan Standar Nasional Pendidikan secara konsep sudah memadai dan memberi ruang bagi diversifikasi dan inovasi.

Yang kita butuhkan adalah guru-guru yang cakap yang bersama Komite Sekolah mengembangkan kurikulum yang cocok dengan potensi daerah yang unik, dan relevan dengan kebutuhan murid sebagai subyek yang cerdas yang unik pula. Kita membutuhkan guru yang cakap yang menghargai kecerdasan murid-muridnya, yang dapat kita percayai untuk mengevaluasi penguasaan kompetensi murid-muridnya secara multi-ranah multi-cerdas. Kita tidak membutuhkan guru pemalas dan tidak bertanggungjawab yang mengevaluasi murid-muridnya dengan tes tulis pilihan-ganda yang bisa diserahkan kepada mesin pemindai.

Jika pendidikan hendak kita jadikan sebagai strategi kebudayaan, maka yang kita harus kerjakan adalah membangun dan menghargai tradisi otodidak. Kita harus mengurangi kecenderungan sekolah memonopoli pendidikan, merampasnya dari tanggungjawab pribadi dan keluarga. Kesaktian kurikulum dan sekolah hanyalah mitos belaka.
Oleh : Prof. Daniel Mohammad Rosyid, Ph.D

Kisah Seorang Raja yang Mati oleh Seekor Nyamuk


Pada zaman dahulu kala, ada seorang raja yang tinggal di timur tengah yang bernama Raja Iskandar Zulkarnain, yang merupakan seorang panglima perang yang gagah berani dan tangguh. Seluruh negeri yang di taklukkannya selalu menyatakan tuntuk dan menyerah. Pedangnya bagaikan memiliki mata, dapat menyerang dan mengarah pada sasaran yang diinginkannya.

Prajurit raja Iskandar Zulkarnain sangat besar dan gagah berani dengan persenjataan yang kuat. Di medan perang , raja Iskandar Zulkarnain, adalah ahli siasat dan memiliki taktik perang yang jitu untuk memenangkan peperangan.

Seperdelapan luas bumi telah dikuasai oleh raja Iskandar Zulkarnain, hingga sampai mendekati India. Pada waktu ia akan menaklukkan negeri itu, ketika ia sedang menyeberangi sungai Hindustan, suatu malam ia dihinggapi dan digigit seekor nyamuk kecil, namun akibatntya amat fatal, raja Iskandar zulkarnain jatuh sakit, menderita demam hebat. Nyamuk yang telah menggigitnya itu telah membawa benih penyakit malaria.

Dari hari ke hari sakit raja Iskandar Zulkarnain makin parah. ketika merasa ajalnya sudah hampir tiba, ia memanggil orang-orang kepercayaannya.


"wahai para pemimpin prajurit dan para sahabatku, jika nanti aku meninggal dunia, masukkanlah jenazahku ke dalam peti mati. Dan buatlah lubang pada kedua sisi peti, kemudian julurkan kedua tanganku keluar melalui lobang itu. Tempatkan peti matiku ke dalam sebuah kereta jenazah yang terbuka, dan araklah kereta itu kembali ke Macedonia dengan perlahan-lahan, agar bangsa-bangsa yang pernah kita taklukkan disepanjang perjalanan dapat menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, bahwa Iskandar yang Agung, yang perkasa, yang selalu menang perang, pada waktunya mati tidak membawa apa-apa. Tak sebungkah emaspun digenggamnya dari harta rampasan yang begitu banyak. Agar para raja, para penguasa, dan para panglima sesudahku kelak tidak akan sombong dengan kekuasaan mereka. Sebab ternyata ujung semua kebesaran serta keagungan adalah kematian, dan manusia tidak berdaya untuk menghindarinya".

Demikian pesan raja Iskandar Zulkarnain yang Agung sebelum menghembuskan nafas yang terahir. Dia yang begitu gagah dan kuat, penakluk semua negeri yang diperanginya, ternyata ia tidak berdaya hanya menghadapi seekor nyamuk yang kecil. Raja Iskandar Zulkarnain dikalahkan Seekor Nyamuk!

Kisah Seekor Nyamuk dan Anak Muda


Di suatu negeri antah-berantah bertahtalah seorang raja yang arif bijaksana. Raja itu hidup bersama permaisuri dan putra-putrinya. Rakyat sangat mencintainya. Istananya terbuka setiap waktu untuk dikunjungi siapa saja. Ua mau mendengar pendapat dan pengaduan rakyatnya. Anak-anak pun boleh bermain-main di halaman sekitar istana.

Di negeri itu hidup juga seorang janda dengan seorang anaknya yang senang bermain di sekitar istana. Setiap pergi ke istana, ia selalu membawa binatang kesayangannya, seekor nyamuk. Leher nyamuk itu diikat dengan tali dan ujung tali dipegangnya. Nyamuk akan berjalan mengikuti ke mana pun anak itu pergi.

Pada suatu sore, anak itu sedang bermain di sekitar halaman istana. Karena asyik bermain, ia lupa hari sudah mulai gelap. Raja yang baik itu mengingatkannya dan menyuruhnya pulang.

“Orang tuamu pasti gelisah menantimu,” kata raja.
“Baik, Tuanku,” sahutnya, “karena hamba harus cepat-cepat pulang, nyamuk ini hamba titipkan di istana.”
“Ikatkan saja di tiang dekat tangga,” sahut raja.

Keesokan harinya, anak itu datang ke istana. Ia amat terkejut melihat nyamuknya sedang dipatuk dan ditelan seekor ayam jantan. Sedih hatinya karena nyamuk yang amat disayanginya hilang. Ia mengadukan peristiwa itu kepada raja karena ayam jantan itu milik raja.

“Ambillah ayam jantan itu sebagai ganti,” kata raja.

Anak itu mengucapkan terima kasih kepada raja. Kaki ayam jantan itu pun diikat dengan tali dan dibawa ke mana saja. Sore itu ia kembali bermain-main di sekitar istana. Ayam jantannya dilepas begitu saja sehingga bebas berkeliaran ke sana kemari. Ayam jantan itu melihat perempuan-perempuan pembantu raja sedang menumbuk padi di belakang istana, berlarilah dia ke sana. Dia mematuk padi yang berhamburan di atas tikar di samping lesung, bahkan berkali-kali dia berusaha menyerobot padi yang ada di lubang lesung.

Para pembantu raja mengusir ayam jantan itu agar tidak mengganggu pekerjaan mereka. Akan tetapi, tak lama kemudian ayam itu datang lagi dan dengan rakusnya berusaha mematuk padi dalam lesung.

Mereka menghalau ayam itu dengan alu yang mereka pegang. Seorang di antara mereka bukan hanya menghalau, tetapi memukulkan alu dan mengenai kepala ayam itu. Ayam itu menggelepargelepar kesakitan. Darah segar mengalir dari kepala. Tidak lama kemudian, matilah ayam itu.

Alangkah sedih hati anak itu melihat ayam kesayangannya mati. Ia datang menghadap raja memohon keadilan. “Ambillah alu itu sebagai ganti ayam jantanmu yang mati!” kata raja kepadanya.

Anak itu bersimpuh di hadapan raja dan menyampaikan rasa terima kasih atas kemurahan hati raja.

“Hamba titipkan alu itu di sini karena di rumah ibu hamba tidak ada tempat untuk menyimpannya,” pintanya.
“Sandarkanlah alu itu di pohon nangka,” kata raja. Pohon nangka itu rimbun daunnya dan lebat buahnya.

Keesokan harinya, ketika hari sudah senja, ia bermaksud mengambil alu itu untuk dibawa pulang. Akan tetapi, alu itu ternyata patah dan tergeletak di tanah. Di sampingnya terguling sebuah nangka amat besar dan semerbak baunya.

“Nangka ini rupanya penyebab patahnya aluku,” katanya, “aku akan meminta nangka ini sebagai ganti aluku kepada raja!”
Raja tersenyum mendengar permintaan itu. “Ambillah nangka itu kalau engkau suka,” kata raja.
“Tetapi, hari sudah mulai gelap!” kata anak itu. “Hamba harus cepat tiba di rumah. Kalau terlambat, ibu akan marah kepada hamba. Hamba titipkan nangka ini di istana.”
“Boleh saja,” ujar raja, “letakkan nangka itu di samping pintu dapur!”
Bau nangka yang sedap itu tercium ke seluruh istana. Salah seorang putri raja juga mencium bau nangka itu. Seleranya pun timbul.

“Aku mau memakan nangka itu!” kata putri berusaha mencari dimana nangka itu berada. “Kaiau nangka itu masih tergantung di dahan, aku akan memanjat untuk mengambilnya!”

Tentu saja putri raja tidak perlu bersusah payah memanjat pohon nangka karena nangka itu ada di samping pintu dapur. Ia segera mengambil pisau dan nangka itu pun dibelah serta dimakan sepuas-puasnya.

Kita tentu dapat menerka kejadian selanjutnya. Anak itu menuntut ganti rugi kepada raja. Pada mulanya raja bingung, tetapi dengan lapang dada beliau bertitah, “Ketika nyamukmu dipatuk ayam jantan, ayam jantan itu menjadi gantinya. Ketika ayam jantan mati karena alu, kuserahkan alu itu kepadamu. Demikian pula ketika alumu patah tertimpa nangka, nangka itu menjadi milikmu. Sekarang, karena putriku menghabiskan nangkamu, tidak ada jalan lain selain menyerahkan putriku kepadamu.”
Putri raja sebaya dengan anak itu. Akan tetapi, mereka belum dewasa sehingga tidak mungkin segera dinikahkan. Ketika dewasa, keduanya dinikahkan. Raja merayakan pesta secara meriah. Setelah raja meninggal, anak itu menggantikan mertuanya naik takhta. Ibunya juga diajak untuk tinggal di istana.
dongeng [dot] org

Kisah Giarti dan Seekor Nyamuk


Seorang anak perempuan bernama Giarti, tidak juga bisa tidur malam itu.

Giarti mengeluh, “Ufft..nyamuknya banyak banget, sih.. udah pake lotion, Cuma tahan beberapa jam. Pake selimut, kurang ampuh juga.. pake semprotan nyamuk, masih banyak juga. Nggak berperasaan banget, sih nyamuknya..”

Mendengar keluhan itu, Allah Yang MahaPengasih pun mengabulkan doa si anak tadi. Karena doa tadi dianggap doa orang yang terdzolimi… maka Allah pun memberikan nikmat berupa perasaan dan akal pada nyamuk. Ingat, hanya pada nyamuk..!

Simaklah kisah para nyamuk pasca pengabulan doa tadi.

Kisah 1,
Giarti yang tadinya sebel sama nyamuk, sekarang mulai tertarik dengan kelakuan para nyamuk yang lucu bin aneh. Maklum, Giarti ni mahasiswi psikologi, jadi suka ngamatin perilaku yang aneh-aneh gitu. Meskipun nggak mengerti bahasa mereka, Giarti bisa memaknai gerak-gerik si nyamuk dalam kesehariannya. Ada seekor nyamuk yang unik dan menarik perhatiannya. Akhirnya mereka bersahabat. Nyamuk itu sangat menghargai Giarti, sebagaimana Giarti menghargainya. Luar biasa, seekor nyamuk kecil, mendapat perhatian lebih dari seorang manusia. Lalu suatu hari si nyamuk berkata pada rekan nyamuk lain, “aduh, aku nggak mau ah, ngisep darah si Giarti. Dia kan sahabat aku. Lagian dia cakep, aku suka deh ngeliatin wajahnya yang cute itu.”

Kisah 2:
Dalam perjalanan pulang ke kandang, dua ekor nyamuk jantan sedang bercakap cakap. Dari penampilan mereka, sepertinya mereka tipe nyamuk metroseksual. Salah satunya bercerita, “Eh, bro.. tau, nggak? Tadi waktu lagi terbang nyari darah segar, aku ketemu cewek cantik en seksi, bo. Aduh, nggak kuat deh aku mau nge gigitnya.. sampe sekarang masih kebayang ama tu cewek.. besok gua sempetin mampir di kamarnya lagi, ah..” lalu mereka berdua tertawa nakal bersamaan, “hihihi…”

Kisah 3:
Di sebuah tempat perburuan darah manusia, seekor nyamuk melakukan aksinya. Nah, saking semangatnya ngisep darah anak orang, nyamuk ini sampe lupa daratan. Dia lupa kalo 1/3 perutnya juga perlu diisi udara. Kalo nggak, dia bakalan jadi kayak anak lembu kekenyangan yang jalannya megal megol, miring miring nggak stabil.. karena lupa daratan, pandangan matanya jadi nggak jelas saking ngantuknya. Nggak sengaja nyamuk tadi nabrak tembok en jatuh ke bawah. Lebih naas lagi, dia baru nyadar kalo itu adalah tembok kamar mandi dan dia terjatuh di bibir bak mandi. Walhasil, tubuhnya jadi basah kuyup oleh air. Si nyamuk berkata dalam hati, “Waduh, gaswat dah gue. Belum juga tobat karna banyak maksiat, udah di ambang pintu kematian gini. Tolong aku dong..somebody help me.. save my life, pliss…”.

Lalu tertatih tatih dia menyeret tubuhnya menjauhi daerah genangan yang basah. Nyeret perut gendut nya aja dah berat, apalagi ditambah kondisi basah, bikin badannya nempel en susah buat digerakin. Aduh.. bener-bener naas dah nasib tu bocah *eh, nyamuk maksudnya. Semenit..sejam.. nyawanya udah tinggal ditarik aja tuh ama malaikat Izroil dah. Trus berdoa deh tuh nyamuk, “Ya Allah, aku masih punya anak bini yang kudu kunafkahi.. aku masih punya utang yang belum aku bayar.. masih ada amanah yang juga harus kuselesaikan. Kayaknya aku nggak siap mati sekarang, deh. Beri aku kesempatan hidup lagi, ya Robb..”

Nah tak disangka, kemudian datanglah seorang gadis yang menaruh iba pada nyamuk kegendutan yang terjatuh di bibir kolam itu. Dengan lembut dan hati-hati, diambillah nyamuk tadi dengan tangannya yang kering, lalu diletakkanlah di atas bagian atas tembok yang masih kering. Tanpa banyak berkata, lalu gadis tadi meninggalkan si nyamuk.

Setelah mengucap hamdalah beratus-ratus kali, nyamuk tadi pun membuat azzam dalam dirinya, “wahai angin, wahai tanah, wahai tembok, dengarlah..! hari ini nyawaku telah ditolong oleh manusia. Dan aku berjanji akan membalas baik budinya. Tapi aku hanyalah seekor nyamuk kecil yang lemah. Tak banyak yang bisa kulakukan. Maka mulai hari aku berjanji..! aku tidak akan makan darah manusia lagi..! aku tidak akan menyakiti mereka lagi..!!”..

Nah, trus sekarang balik lagi ke Giarti.

Masih inget Giarti? Dari tetangga, kawan dan keluarga Giarti, dia banyak mendengar kisah lucu tentang para nyamuk. Semakin hari, cerita-cerita aneh dan lucu tentang kelakuan nyamuk semakin sering terdengar di telinga Giarti.

Suatu hari, Giarti terlibat pembicaraan serius dengan temannya,

Teman Giarti: “eh, menurut lo, knapa sih manusia disuruh sholat, zakat, puasa, dll. Sedangkan kucing, nggak. Anjing, juga nggak”

Giarti: “kata ustadzah ku, karena manusia dikaruniai akal dan hati, kawan. Makanya manusia disebut mukallaf atau yang diberi pembebanan. Pembebanan itu berupa kewajiban untuk melaksanakan kwajiban syari’at islam, sebagai konsekuensi logis dari nikmat akal dan hati yang dikaruniai kepadanya.”

Teman Giarti: “wah, kalo gitu, nyamuk kan sekarang juga pada udah bisa mikir, kalo nyamuk juga punya akal dan hati, brarti mereka juga mukalaf, dong,,?”

Giarti: “iya, yah. Berarti mereka juga harus sholat, puasa, zakat, mensucikan diri, dll gitu ya..?”

Teman Giarti: “ah, kok kita jadi nebak-nebak nggak jelas gini, sih. Dari pada bingung, mendingan langsung kita Tanya ama ustadzah aja, yuk..”



Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka,tetapi mereka yang kafir mengatakan:”Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?”. Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan oleh Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberinya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik (Al-Baqoroh ayat:26)

adistyapratiwi

Belajar dari Seekor Nyamuk


Di suatu tempat hidup seekor nyamuk yang sedang bergiat mencari makanannya. Seperti yang kita ketahui bahwa makanan nyamuk adalah darah manusia. Nyamuk suka menggigit darah manusia untuk di jadiin makanan atau nutrisi untuk dirinya.
Nyamuk ini pergi ke sebuah rumah dan mulai untuk menggigit orang di rumah itu. Yang namanya ada nyamuk pasti kita sebagai manusia tidak suka, karena itu jika ada nyamuk di depan kita pasti dengan sigap kita bersiap-siap untuk memukul nyamuk tersebut, tapi dengan lihai nya dengan kecepatan dan reaksinya yang bagus nyamuk menghindari serang yang di tujukan ke pada dirinya.
Akhirnya dengan bersusah payah dan berjuang sekuat tenaga, nyamuk berhasil menghinggap kulit orang tersebut dan mulai menusuk kan tusukannya untuk mengambil darah, selagi enak menghisap, ada rekasi dari orang yang di hisap nyamuk tersebut dan ada serangan buat nyamuk itu, dan dengan cepat nyamuk itu mengindar, padahal dia belum puas menghisap darah orang tersebut, dan akhirnya nyamuk mencari mangsa yang lain.
Tapi apakah nyamuk itu sadar bahwa mereka itu adalah salah satu makhluk hidup yang di berikan umur yang pendek di dalam hidup ini, rata-rata umur nyamuk hidup adalah 2 minggu sampai 1,5 bulan. Dengan waktu yang sesingkat itu nyamuk dengan sekuat tenaga untuk memenuhi kebutuhan nya, berjuang keras agar apa yang di penuhinya tersedia. Bekerja keras untuk mendapatkan darah walaupun banyak halangan yang menimpanya.
Coba kita bandingkan sama kita manusia, kita d beri umur yang cukup sampai saat ini, sudah berapa tahun kita berada di dunia ini, tapi apakah kita sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan apa yang harusnya kita butuh kan, apa yang kita inginkan, apa yang kita harapkan. kita harus berkaca kepada diri sendiri.
Belajar dari alam,karena alam itu merupakan sumber ilmu

Kisah Seorang Raja yang di Kalahkan oleh Seekor Nyamuk


Kisah Islamiah hadir sebagai santapan religi saat sahur Anda semua.
Kali ini dengan kisah yang tak kalah menarik, tentang Raja Namrud dan seekor nyamuk.
Sebenarnya seluruh kerajaan yang ada di alam semesta ini, baik yang dipimpin oleh manusia, jin atau yang lainnya adalah di bawah kekuasaan Allah SWT.
Karena kerajaan Allah SWT tidak terbatas luasnya.

Hal ini seperti terlihat dalam Al Qur'an, Surat Ali Imran ayat 26 berikut ini.
Allah SWT berfirman,

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ 

Artinya:
Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."

Seperti kisah berikut ini, rasanya tak pantaslah sifat sombong itu tumbuh di antara kita semuanya.


Kisahnya.
Raja Namrud adalah seorang raja yang hidup pada masa Nabi Ibrahim as. Karena kekuasaan yang ia miliki, Raja Namrud menjadi seorang raja yang zalim dan sombong.

Bersamaan dengan itu, Allah SWT mengirimkan seorang malaikat dalam wujud burung.
Namun, Raja Namrud akhirnya membunuh burung tersebut dengan anak panahnya hingga berdarah kemana-mana.
Setelah mengetahui bahwa panahnya itu berhasil, Raja Namrud menjadi bersuka cita dan berpaling dengan berkata sombong.
"Akulah raja segalanya, aku telah berhasil membunuh Tuhan di surga," ucap Raja Namrud.

Walhasil,
Raja Namrud pun menjadi semakin sombong dan kezalimannya menjadi-jadi, bahkan tak berperikemanusiaan lagi. Maka, untuk menunjukkan kekuasaanNya, Allah SWT kemudian mengirimkan seekor makhluk yang lemah kepada Namrud.

Nyamuk.
Seekor hewan yang sangat lemah telah turun.
Allah SWT akan menunjukkan bahwa meskipun nyamuk itu adalah makhluk yang lemah, akan tetapi dia lebih kuat daripada Raja Namrud.

Akhirnya, Namrud pun jatuh sakit dan sakitnya semakin bertambah parah.
Bahkan ia tidak dapat tidur jika kepalanya belum dipukuli oleh para pelayannya.
Ketika nyamuk itu selesai memakan otaknya, bagian depan kepala raja namrud menjadi terbuka, dan keluarlah seekor binatang besar dari dalam kepalanya.
Raja Namrud pun menjadi binasa.

Itulah sedikit kisah dari seekor nyamuk.
Sebagai renungan saja, tak patut manusia menyombongkan dirinya.
Masa lalu, tak pantas seorang insan melupakan masa lalu. Kalau tidak diingatkan dengan masa lalu seperti kisah ini, tentulah manusia akan semakin sombong. 

(Dongeng) Kisah Seekor Nyamuk dan Seorang Petani


Pada zaman dahulu hiduplah seorang petani sederhana bersama istrinya yang cantik. Petani itu selalu bekerja keras, tetapi istrinya hanya bersolek dan tidak mempedulikan rumah tangganya. Mereka tinggal di rumah yang sangat sederhana dan hidup dari hasil pertanian sebagaimana layaknya keluarga petani.
Sang istri yang cantik itu tidak puas dengan keadaan mereka. Dia merasa, sudah selayaknya jika suaminya berpenghasilan lebih besar supaya dia bisa merawat kecantikannya. Untuk memenuhi tuntutan istrinya, petani itu bekerja lebih keras. Namun, sekeras apa pun kerja si petani, dia tak mampu memenuhi tuntutan istrinya. Selain minta dibelikan obat-obatan yang dapat menjaga kecantikanya, istrinya juga suka minta dibelikan pakaian yang bagus-bagus, yang tentunya sangat mahal.
“Bagaimana bisa kelihatan cantik kalau pakaianku buruk,” kata sang istri.
Karena hanya sibuk mengurusi penampilan, istri yang cantik itu tidak memperhatikan kesehatannya. Dia jatuh sakit. Sakitnya makin parah hingga akhirnya meninggal dunia. Suaminya begitu sedih. Sepanjang hari dia menangisi istrinya yang kini terbujur tanpa daya. Karena tak ingin kehilangan, petani itu tak mau mengubur tubuh istrinya yang amat dicintainya itu. Dia ingin menghidupkan kembali istrinya.
Esok harinya suami yang malang itu menjual semua miliknya dan membeli sebuah sampan. Dengan sampan itu, dia membawa jasad istrinya menyusuri sungai menuju tempat yang diyakini sebagai persemayaman para dewa. Dewa tentu mau menghidupkan kembali istriku, begitu pikirnya.
Meskipun tak tahu persis tempat persemayaman para dewa, petani itu terus mengayuh sampannya. Dia mengayuh dan mengayuh tak kenal lelah. Suatu hari, kabut tebal menghalangi pandangannya sehingga sampannya tersangkut. Ketika kabut menguap, di hadapannya berdiri sebuah gunung yang amat tinggi, yang puncaknya menembus awan. Di sinilah tempat tinggal para dewa, pikir Petani. Dia lalu mendaki gunung itu sambil membawa jasad istrinya.
Dalam perjalanan dia bertemu dengan seorang lelaki tua.
“Kau pasti dewa penghuni kayangan ini,” seru si petani dengan gembira.

Dikatakannya maksud kedatangannya ke tempat itu.

Laki-laki tua itu tersenyum. “Sungguh kau suami yang baik. Tapi, apa gunanya menghidupkan kembali istrimu?”

“Dia sangat berarti bagiku. Dialah yang membuat aku bersemangat. Maka hidupkanlah dia kembali,” kata si petani.

Laki-laki tua itu menganggukkan kepalanya.

“Baiklah kalau begitu. Akan kuturuti permintaanmu. Sebagai balasan atas kebaikan dan kerja kerasmu selama ini, aku akan memberimu rahasia bagaimana cara menghidupkan kembali istrimu. Tusuk ujung jarimu, lalu percikkan tiga tetes darah ke mulutnya. Niscaya dia akan hidup kembali. Jika setelah itu istrimu macam-macam, ingatkan bahwa dia hidup dari tiga tetes darahmu.”
Petani itu segera melaksanakan pesan dewa itu. Ajaib, istrinya benar-benar hidup kembali. Tanpa pikir panjang, suami yang bahagia itu pun membawa pulang istrinya. Tapi, sang istri tahu, selain sampan yang dinaiki mereka, kini suaminya tak punya apa-apa lagi. Lalu, dengan apa dia merawat kecantikannya?
Suatu hari, sampailah suami-istri itu di sebuah pelabuhan yang sangat ramai. Petani turun dari sampan dan pergi ke pasar untuk membeli bekal perjalanan dan meninggalkan istrinya sendirian di sampan. Kebetulan, di sebelah sampan mereka bersandar sebuah perahu yang sangat indah milik seorang saudagar kaya yang sedang singgah di tempat itu. Melihat kecantkan istri si petani, pemiliik perahu itu jatuh cinta dan membujuk perempuan cantik itu untuk ikut bersamanya.
“Kalau kau mau ikut denganku, akan aku belikan apa saja yang kau minta,” kata sang saudagar.

Sang istri petani tergoda. Dia lalu pergi dengan saudagar itu.
Pulang dari pasar, Petani terkejut karena istrinya tak ada lagi di sampannya. Dia mencari ke sana-kemari, tetapi sia-sia. Setahun kemudian, bertemulah dia dengan istrinya, tetapi istrinya menolak kembali kepadanya. Petani lalu teringat kepada dewa yang memberinya rahasia menghidupkan kembali istrinya.
“Sungguh kau tak tahu berterima kasih. Asal tahu saja, kau hidup kembali karena minum tiga tetes darahku.”

Istrinya tertawa mengejek. “Jadi, aku harus mengembalikan tiga tetes darahmu? Baiklah…”
Sang istri pun menusuk salah satu jarinya dengan maksud memberi tiga tetes darahnya kepada suaminya. Namun, begitu tetes darah ketiga menitik dari jarinya, wajahnya memucat, tubuhnya lemas, makin lemas, hingga akhirnya jatuh tak berdaya. Mati.
Setelah mati, dia menjelma menjadi nyamuk. Sejak itu, setiap malam nyamuk jelmaan wanita cantik itu berusaha menghisap darah manusia agar dapat kembali ke wujudnya semula.